Sunday 28 April 2013


Indonesia merupakan negara dengan penduduk beragama islam terbesar di dunia. Bayangkan umat muslim sekitar 60% dari penduduk indonesia pasti memiliki kejujuran dalam bertingkah laku. Akan tetapi, sekarang ini banyak sekali kasus korupsi di Indonesia semakin brutal disebabkan rendahnya moral dan kejujuran. Korupsi harus segera diberantas oleh pemerintah agar masyarakat tidak semakin resah dengan para koruptor yang kian menggila ini.

Lemahnya Kejujuran di Indonesia

Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan haarga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada.
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya oligopoli terjadi melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang yang bersifat homogen atau identik dengan kartel sehingga ketentuan yang mengatur mengenai oligopoli ini sebagiknya digabung dengan ketentuan yang mengatur mengenai kartel

• Ciri-ciri pasar oligopoli
• Terdapat banyak penjual/ produsen ya ng menguasai pasar.
• Barang yang dijual dapat berupa brang homogen atau berbeda corak.
• Terdapat halangan masuk yang cukup kuat bagi perusahaan di luar pasar untuk masuk kedalam
• pasar. Satu diantara para oligopolis merupakan market leader yaitu penjual yang mempunyai pangsa pasar terbesar.

Pada prakteknya, pasar oligopoli memiliki kebaikan sebagai berikut :
1. Adanya efisiensi dalam menjalankan kegiatan produksi

2. Persaingan di antara perusahaan akan memberikan keuntungan bagi konsumen dalam hal harga dan kualitas barang.
Selain menawarkan keuntungan, pasar oligopoli juga memiliki kelemahan, yaitu :
1. Dibutuhkan invesatasi dan modal yang besar untuk memasuki pasar, karena adanya skala ekonomis yang telah diciptakan perusahaan sehingga sulit bagi pesaing baru untuk masuk ke dalam pasar.

2. Apabila terdapat perusahaan yang memiliki hak paten atas sebuah produk, maka tidak memungkinkan bagi perusahaan lain untuk memproduksi barang sejenis.

3. Perusahaan yang telah memiliki pelanggan setia akan menyulitkan perusahaan lain untuk menyainginya

4. Adanya hambatan jangka panjang seperti pemberian hak waralaba oleh pemerintah sehingga perusahaan lain tidak bisa memasuki pasar

5. Adanya kemungkinan terjadinya kolusi antara perusahaan di pasar yang dapat membentuk monopoli atau kartel yang merugikan masyarakat

Kartel adalah kelompok produsen independen yang bertujuan menetapkan harga, untuk membatasi suplai dan kompetisi.

Guna menghindari dampak buruk yang mungkin ditimbulkan oleh pasar oligopoli, maka pemerintah dapat membuat kebijakan sebagai berikut :
1. Memberikan aturan kemudahan bagi perusahaan baru untuk masuk ke dalam pasar dan ikut menciptakan persaingan, seperti masuknya Petronas dan Shell

2. Memberlakukan undang-undang anti kerjasama antar produsen, yaitu dengan diberlakukannya UU anti monopoli No. 5 Tahun 1999

Untuk mengawasi persaingan usaha di Indonesia, pemerintah telah membentuk satu badan independen yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang disingkat dengan KPPU Dengan adanya KPPU diharapkan dampak negatif dari oligopoli dapat dihindari.



Sumber : http://inug-nugi.blogspot.com/2011/04/undang-undang-monopoli-dan-ooligopoli.html

UU Anti Oligopoli


Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membuat peraturan pelaksanaan mengenai beberapa ketentuan dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.


Latar belakang diundangkannya Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara RI No. 33 Tahun 1999) adalah karena sebelum UU tersebut diundangkan muncul iklim persaingan usaha yang tidak sehat di Indonesia, yaitu adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, baik itu dalam bentuk monopoli maupun bentuk-bentuk persaingan usaha tidak sehat lainnya. Pemusatan kekuatan ekonomi pada kelompok pengusaha tertentu terutama yang dekat dengan kekuasaan, telah menyebabkan ketahanan ekonomi Indonesia menjadi rapuh karena bersandarkan pada kelompok pengusaha-pengusaha yang tidak efisien, tidak mampu berkompetisi, dan tidak memiliki jiwa wirausaha untuk membantu mengangkat perekonomian Indonesia.
UU No. 5/1999 ini diundangkan setelah Indonesia mengalami krisis ekonomi di tahun 1997-1998 yang meruntuhkan nilai rupiah dan membangkrutkan negara serta hampir semua pelaku ekonomi. Undang-undang ini juga merupakan salah satu bentuk reformasi ekonomi yang disyaratkan oleh International Monetary Fund untuk bersedia membantu Indonesia keluar dari krisis ekonomi. Undang-undang ini berlaku efektif pada tanggal 5 Maret 2000. Untuk mengawasi dan menerapkan Undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Pengawas Persaingan Usaha atau disingkat KPPU (berdasar pasal 30 UU No. 5/1995).

Secara umum, isi UU No. 5/1999 telah merangkum ketentuan-ketentuan yang umum ditemukan dalam undang-undang antimonopoli dan persaingan tidak sehat yang ada di negara-negara maju, antara lain adanya ketentuan tentang jenis-jenis perjanjian dan kegiatan yang dilarang undang-undang, penyalahgunaan posisi dominan pelaku usaha, kegiatan-kegiatan apa yang tidak dianggap melanggar undang-undang, serta perkecualian atas monopoli yang dilakukan negara.

Sejauh ini KPPU telah sering menjatuhkan keputusan kepada para pelaku usaha di Indonesia yang melakukan perjanjian-perjanjian atau kegiatan-kegiatan yang dikategorikan terlarang oleh UU No. 5/1999 serta yang menyalahgunakan posisi dominan mereka. Perjanjian yang dilarang oleh UU No. 5/1999 adalah: oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, intregasi vertikal, dan perjanjian tertutup. Sedang kegiatan yang dilarang oleh UU No. 5/1999 adalah: monopoli, monopsoni, penguasaan pasar dan persengkongkolan.

Pada 5 Maret 2009 yang lalu UU No. 5/1999 genap berusia sepuluh tahun, waktu yang cukup panjang dan relevan untuk melakukan refleksi dan evaluasi terhadap pelaksanaan UU Antimonopoli tersebut.

Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sementara itu, persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Sepuluh tahun penerapan UU Antimonopoli perlu dilakukan suatu refleksi, apa dampaknya bagi dunia usaha, bagi konsumen dan pemerintah. Selama sepuluh tahun berlakunya UU Antimonopoli, sejak tahun 2000 sampai sekarang menurut Zubaedah, Kasubdit Advokasi KPPU, KPPU telah menerima 963 laporan pelanggaran tentang larangan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat. Setelah laporan itu diklarifikasi, yang ditindaklanjuti berjumlah 179. Dari jumlah tersebut sebanyak 121 diputuskan, 43 statusnya penetapan, sedangkan 15 lainnya sedang ditangani.

Dilihat dari jumlah kasus yang dilaporkan, yang sudah diputuskan dan yang sedang diproses, KPPU dapat dikatakan tergolong aktif melaksanakan tugas dan wewenangnya. Tetapi yang perlu dievaluasi secara sederhana adalah dampak UU Antimonopoli tersebut terhadap pelaku usaha, terhadap konsumen dan Pemerintah sendiri.


Dampak UU Antimonopoli bagi Pelaku Usaha
Dampak UU Antimonopoli tersebut bagi pelaku usaha adalah yang pertama, pelaku usaha tidak boleh menjalankan usaha dengan cara tidak fair atau menjalankan usaha merugikan pesaingnya baik secara langsung maupun tidak langsung; yang kedua pelaku usaha harus sungguh-sungguh bersaing dengan kompetitornya supaya tetap dapat eksis di pasar yang bersangkutan, baik dari aspek kualitas, harga maupun pelayanannya. Karena suatu pelaku usaha tidak tahu persis apa yang dilakukan oleh kompetitornya untuk tetap eksis, maka setiap pelaku usaha akan melakukan perbaikan peningkatan terhadap produknya (inovasi) untuk menghasilkan kualitas yang lebih baik, harga yang lebih murah dan memberikan pelayanan yang terbaik untuk menarik hati konsumen.

Apakah ini sudah dijalankan oleh pelaku usaha di Indonesia? Sejak diberlakukannya UU Antimonopoli sepuluh tahun yang lalu, pelaku usaha umumnya sudah memperhatikan rambu-rambu yang ditetapkan di dalam UU Antimonopoli.

Paling tidak mengetahui bahwa ada UU Antimonopoli yang memberi kebebasan kepada pelaku usaha untuk menjalankan usahanya, tetapi kebebasan tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan di dalam UU Antimonopoli tersebut. Misalnya, adanya larangan penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% untuk satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (Pasal 17), dan penguasaan pangsa pasar lebih dari 75% untuk dua atau tiga pelaku usaha (Pasal 25 ayat 2 huruf b). Namun, batasan ini tidak berlaku mutlak. Artinya tidak setiap pelaku usaha melebihi pangsa pasar tersebut langsung dilarang, melainkan harus dibuktikan terlebih dahulu, apakah dengan melebihi penguasaan pangsa pasar yang ditetapkan tersebut mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Kalau ya, maka larangan tersebut dikenakan kepada pelaku usaha yang bersangkutan, kalau tidak, maka pelaku usaha tersebut tidak dikenakan larangan tersebut.

Dengan demikian UU Antimonopoli tidak anti perusahaan besar. Justru UU Antimonopoli mendorong perusahaan menjadi perusahaan besar asalkan atas kemampuannya sendiri, bukan karena melakukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat.

Sumber : KLIK

UU Anti Monopoli

Ylki.gifYayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merupakan sebuah organisasi masyarakat yang bersifat nirlaba dan independen yang didirikan  pada tanggal 11 Mei 1973. Keberadaan YLKI diarahkan pada usaha meningkatkan kepedulian kritis konsumen atas hak dan kewajibannya, dalam upaya melindungi dirinya sendiri, keluarga, serta lingkungannya. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI adalah organisasi non-pemerintah dan nirlaba yang didirikan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 1973. Tujuan berdirinya YLKI adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya.

Pada awalnya, YLKI berdiri karena keprihatinan sekelompok ibu-ibu akan kegemaran konsumen Indonesia pada waktu itu dalam mengkonsumsi produk luar negeri. Terdorong oleh keinginan agar produk dalam negeri mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia maka para pendiri YLKI tersebut menyelenggarakan aksi promosi berbagai jenis hasil industri dalam negeri.

Latar belakang dan tujuan: Berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau dikenal dengan YLKI pada 11 Mei 1973 berawal dari kepedulian sekelompok masyarakat akan penggunaan produk-produk dalam negeri serta bagaimana melindunginya. Sedangkan tujuannya adalah memberi bimbingan dan perlindungan kepada masyarakat konsumen menuju kesejahteraan keluarga.

Bidang dan bentuk kegiatan: Bidang kegiatan utama lembaga ini adalah perlindungan konsumen, di samping bidang lainnya seperti kesehatan, air bersih dan sanitasi, gender, dan hukum sebagai penunjangnya. Bidang-bidang ini dilaksanakan terutama dalam bentuk studi, penelitian, survai, pendidikan dan penerbitan, advokasi, seminar, pemberdayaan masyarakat konsumen, dan pengembangan dan pendampingan masyarakat.

Program: Program-program yang telah dilakukan lembaga adalah advokasi, penerbitan majalah dan pemberdayaan perempuan.

Strategi dan Kegiatan YLKI
Advokasi
Mempengaruhi para pengambil keputusan di sektor industri dan pemerintahan agar memenuhi kewajibannya terhadap konsumen, pada tingkat lokal dan nasional.
Penggalangan Solidaritas
Meningkatkan kepedulian kritis konsumen melalui penggalangan solidaritas antar konsumen, serta melalui prasarana kegiatan berbagai kelompok konsumen.
Pengembangan Jaringan
Memperkuat kerjasama antar organisasi konsumen dan juga dengan organisasi kemasyarakatan lainnya pada tingkat lokal, nasional, regional dan internasional.
Penyebaran Informasi yang Tidak Memihak
Mengimbangi informasi yang telah ada dengan informasi dan data objektif lainnya yang diperoleh berdasarkan kajian dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sumber : KLIK


Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)

Hak-hak Konsumen
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.


Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
·  Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
· Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
· Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
·  Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa.
·   Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
· Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
·  Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen





Hak-Hak Konsumen Menurut UU No 8 Tahun 1999 pasal 4, adalah :

  1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa;
  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan;
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  9. Hak ­hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang­undangan lainnya.

Kewajiban Konsumen Menurut UU No 8 Tahun 1999 pasal 5, adalah : 
  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
  2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Semoga dengan memahami dan mengerti akan Hak dan Kewajiban Konsumen, kita semua akan benar-benar menjadi Konsumen Cerdas Paham Perlindungan Konsumen

Sumber : KLIK

Aturan Hukum Hak Konsumen

Saturday 13 April 2013

MAE (masyarakat Ekonomi ASEAN) atau AEC (ASEAN Economic Community) atau mungkin lebih mudahnya ialah perdagangan bebas antar ASEAN (bisa di bilang nantinya jadi kaya EURO) akan segera menghampiri kita pada tahun 2015.

apakah Indonesia siap?? Apalagi dengan maraknya demo buruh.. yang ada investor bakalan kabur..

ini ada 7 alasan kenapa kita harus khawatir


Pertama, potensi AEC dan daya saing Indonesia. Dalam ACFTA, Indonesia merasakan manfaat dengan terbukanya potensi akses pasar ke China yang memiliki 1,4 miliar orang, lebih besar dari populasi seluruh negara Eropa. 

"Sementara dalam AEC, Indonesia berpotensi menjadi pasar besar bagi negara ASEAN lainnya. AEC bertujuan untuk menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal, di mana Indonesia merupakan pasar terbesar dengan populasi penduduk mencapai 40% dari populasi ASEAN lainnya" jelas Franky

Ia menuturkan neraca perdagangan Indonesia dengan negara ASEAN lainnya mayoritas deficit. Perdagangan Indonesia dengan Brunei Darussalam deficit sebesar US$ 281, 7 juta, Indonesia dengan Malaysia deficit US$ 511,3 juta, Indonesia dengan Singapura deficit US$ 707,9 juta, Indonesia dengan Thailand deficit US$ 721,4 juta, serta Indonesia dengan Vietnam deficit sebesar US$ 157, 5 juta.

Neraca perdagangan Indonesia hanya positif dengan empat (4) negara lainnya, masing-masing: dengan Kamboja surplus sebesar US$ 233,9 juta, Indonesia dengan Laos surplus US$ 17,9 juta, dengan Myanmar surplus sebesar US$ 238,6 juta serta dengan Filipina surplus US$ 2448,55 juta.

Menurutnya daya saing Indonesia juga berada dalam posisi bawah di antara negara ASEAN lainnya. Daya saing Indonesia, menurut Indeks Daya Saing Global 2010 berada pada urutan 75. Posisi ini di bawah Singapura yang menduduki posisi ke-2, Malaysia pada posisi 29, Filipina pada posisi 44 dan Vietnam pada posisi 53. Daya saing Indonesia hanya di atas Laos yang berada pada posisi 129 dan Myanmar pada posisi 133.

Frany mencatat biaya logistik di Indonesia mencapai porsi 16% dari seluruh biaya produksi dari angka normal sebesar 8-9%. Daya saing logistic Indonesia juga termasuk rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya. Indonesia hanya menduduki posisi 46 secara global, di bawah Singapura pada posisi 2, Malaysia peringkat 21, Brunei Darusalam peringkat 28 dan Thailand pada peringkat 38.

Kedua, tahun 2013 dan 2014 merupakan tahun politik, di mana energi pemerintah seluruhnya terfokus kepada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang rencananya dimajukan pada tahun 2013 untuk kepala daerah yang akan habis masa jabatannya pada tahun 2014, serta pemilihan legislative (pileg) dan pemilihan Presiden (pilpres) pada tahun 2014. 

Dengan fokus pada persoalan-persoalan politik, saya yakin pemerintah tidak akan terfokus untuk menguatkan daya saing industri nasional menghadapi implementasi AEC 2015. Meski pun secara matematis masih ada waktu 2 tahun bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri, jika pemerintah terfokus kepada persoalan politik, waktu tersebut juga tidak akan termanfaatkan.

Ketiga, pemerintah sampai sekarang belum terlihat serius mempersiapkan daya saing industri nasional menghadapi AEC. Di atas kertas, Indonesia sudah memiliki kebijakan untuk menghadapo AEC, yaitu: Inpres No 5 Tahun 2008, Inpres No 11 Tahun 2011, dan Rancangan Inpres 2012 tentang peningkatan daya saing nasional menghadapi AEC. Tapi, implementasi dari kebijakan tersebut masih belum terlihat, sehingga tidak heran seorang Menteri Perindustrian menyatakan kegugupannya di media.

Menurutnya kebijakan pemerintah yang ada sekarang justru menurunkan daya saing industri nasional. Pemerintah seperti menjadikan industri tekstil sebagai sapi perah dengan pengenaan biaya bisnis yang cukup tinggi terutama untuk komponen kenaikan tarif dasar listrik, pajak sesuai otonomi daerah dan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP). 

Contoh industri tekstil juga menghadapi persoalan perizinan yang cukup menyulitkan. Terdapat 172 surat yang selalu harus diregistrasi oleh kalangan pengusaha dan rata-rata berujung pengenaan pungutan bagi pengusaha. 

Misalnya izin usaha yang pada awalnya berlaku untuk seumur hidup, sekarang harus diperbarui setiap 2 tahun. Demikian juga izin gangguan (Izin HO) yang harus diperbarui setiap 5 tahun. Persoalan tersebut memperparah daya saing industry nasional yang sudah menghadapi kendala infrastruktur minim serta persoalan kebijakan energy yang tidak berpihak kepada ketersediaan pasokan untuk industry nasional.

Keempat, kalangan industry nasional belum menyadari (aware) terhadap kondisi mengkhawatirkan menjelang pelaksanaan AEC. Belum ada dialog antara pemerintah dan dunia industry mendiskusikan implementasi peningkatan daya saing menghadapi ancaman yang dapat muncul dari implementasi AEC.

Kelima, produktivitas pekerja Indonesia juga masih lebih rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya, menggunakan ukuran perbandingan dengan jam kerja pekerja di Amerika Serikat.

Ia menjelaskan produktivitas pekerja Indonesia dibandingkan dengan produktivitas pekerja Amerika Serikat hanya mencapai 36 %. Artinya, jam kerja yang dihabiskan pekerja Indonesia hanya 36% di atas pekerja Amerika. Sementara pekerja Kamboja mencapai 46%, Malaysia mencapai 43%, Thailand 37% dan Singapura 36%. Pekerja Indonesia hanya lebih produktif dibandingkan Filipian 30% dan Vietnam 13%.

Keenam, negara ASEAN lainnya cukup agresif mengantisipasi serta mempersiapkan diri menghadapi AEC. Strategi mereka adalah menjadikan Indonesia sebagai pasar besar bagi produknya. Beberapa perusahaan Thailand sudah melirik untuk berekspansi ke Indonesia. Salah satunya adalah perusahaan ritel Central yang akan berinvestasi sebesar US$ 19 juta. 

Malaysia dan Singapura juga sudah bekerjasama mengelola kawasan Industri di Johor guna menjaring pengusaha untuk berinvestasi dengan pasar ASEAN. Indonesia oleh kedua negara tersebut akan diposisikan sebagai pasar besar. 

Kecenderungan ekspansi juga dimiliki oleh negara ddi luar ASEAN. Seribu (1000) UKM Jepang sudah berencana merelokasi pabriknya ke Indonesia sehingga menjadi ancaman bagi UKM di Indonesia. Perusahaan China juga memiliki kecenderungan tinggi untuk berekspnasi, di mana investasi China ke luar negeri pada tahun 2012 mencapai US$ 74,7 miliar.

Ketujuh, terkait potensi investasi Kementrian Perindustrian sudah membaca investor tidak terlalu berminat menanamkan modalnya ke Indonesia karena persoalan daya saing investasi Indonesia dibandingkan negara ASEAN lainnya. 

Meski tercatat beberapa potensi investasi masuk, seperti 1000 UKM (usaha kecil menengah) Jepang, tapi potensi investasi yang akan masuk ke negara ASEAN lainnya jauh lebih besar, mengingat beberapa factor daya saing, seperti produktivitas pekerja Indonesia yang masih di bawah Kamboja, Malaysia, Thailand dan Singapura. Selain tentunya persoalan infrastruktur, ketersediaan pasokan energy, serta jaminan hukum dan keamanan..

Indikator Daya Saing Usaha di Indonesia menurut World Bank Group tahun 2011, juga tidak terlalu menggembirakan, dengan perincian sebagai berikut:

pada aspek memulai bisnis daya saing Indonesia berada di peringkat 155 dari 183 negara.
pada aspek ijin konstruksi berada di posisi 71 dari 183 negara,
pasokan listrik (ketersediaan energy) pada peringkat 161 dari 183 negara,
aspek perlindungan investasi posisi 46 dari 183 negara, serta
aspek kemudahan berbisnis pada peringkat 129 dari 183 negara.


"Pemerintah perlu segera mengajak kalangan industri untuk mendiskusikan langkah strategis yang harus diambil guna mendorong daya saing industri nasional agar tidak terlibas oleh masuknya industri negara lain sehingga Indonesia hanya menjadi pasar bagi produk mereka"

Siapkah Indonesia untuk MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)



Memiliki keluarga yang bahagia adalah impian bagi setiap orang. Untuk mewujudkannya, Anda pun sebaiknya menyimak keempat rahasia memiliki keluarga bahagia seperti yang dilansir dari The Stir (13/03) berikut ini.

Memilih hukuman
Jika anak berbuat salah, orang tua memang sebaiknya menegur. Namun cobalah membiarkan anak untuk memilih hukumannya sendiri. Hal itu akan membuat anak belajar tentang kedisiplinan dan tahu cara membatasi dirinya sendiri. Selain hukuman, penghargaan juga sebaiknya ditentukan oleh anak ketika mereka berbuat kebaikan.

Makan bersama
Apapun yang terjadi, sempatkan untuk menikmati makanan di meja makan bersama keluarga. Entah itu sarapan atau makan malam, sebab biasanya makan siang masing-masing anggota keluarga masih sibuk bekerja dan sekolah. Kegiatan makan bersama ini bisa diisi dengan obrolan hangat seputar apa yang sudah terjadi seharian pada Anda dan yang lain.

Sejarah keluarga
Ceritakan sejarah keluarga Anda pada anak. Pasalnya sebuah penelitian menyebutkan kalau semakin tahu seorang anak tentang keluarganya, mereka akan menjadi pribadi yang lebih percaya diri dan siap dalam menghadapi tantangan. Mengetahui silsilah keluarga adalah salah satu kunci membangun sisi emosional anak ke arah yang positif.

Jenis kursi
Saran terakhir adalah memerhatikan jenis kursi yang Anda pakai di rumah. Seorang psikolog lingkungan menyatakan, jika Anda duduk di kursi yang keras, Anda akan menjadi pribadi yang keras pula. Jadi ketika menegur anak, duduklah di sofa yang empuk namun tubuh tetap tegap. Teguran akan terasa lebih lunak dan bisa diterima dengan baik dengan anak.

Beberapa tips tersebut adalah rahasia untuk memiliki keluarga yang bahagia. Dengan meminimalisir konflik, keluarga pun akan hidup dalam keharmonisan.



Sumber : Klik disini

4 Rahasia Memiliki Keluarga Bahagia